Jumat, 11 Januari 2008

PEMISAHAN KEKUASAAN

A. Konsep "Pemisahan Kekuasaan"
PENGUJIAN PERUNDANG-undangan di muka sidang pengadilan merupakan saru pelanggaran nyata atas prinsip pemisahan kekuasaan. Prinsip pemisahan kekuasaan ini mendasari Konstitusi Amerika dan dianggap sebagai satu unsur khas dari demokrasi. Prinsip ini telah dirumuskan oleh Mahkamah Agung Ame-nica sebagai berikut: "bahwa seluruh kekuasaan yang dipercayakan kepada pemerintah, baik negara bagian maupun negara federal, dibagi ke dalam tiga bclang utama yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bahwa fungsi-fungsi yang iacsuai dengan masing-masing bidang pemerintahan ini harus diberikan kepada lembaga negara yang terpisah, dan bahwa kesempurnaan sistem ini me-,ukan penentuan batas-batas secara luas dan tegas yang memisahkan dan ibagi bidang-bidang ini. Pentingjuga bagi keberhasilan kerja dari sistem ini .'a orang-orang yang diserahi kekuasaan dalam masing-masing bidang tidak uperbolehkan melanggar batas-batas kekuasaan yang ditetapkan untuk bidang-triang lainnya, tetapi bahwa masing-masing bidang harus dibatasi oleh hukum ang dibuatnya sendiri kepada pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan yang sesuai ^r> bidangnya sendiri dan bukan bidang lain."1

\onsep "pemisahan kekuasaan" menunjuk kepada suatu prinsip organisasi !•».: ::.<. Konsep ini mendalilkan bahwa ketiga bidang kekuasaan itu dapat di-
•BirJkan sebagai tiga fungsi negara yang dikoordinasikan secara berbeda, dan
•iiT.-.a dimungkinkan untuk menentukan batas-batas yang memisahkan
•as. "g-masing fungsi ini dari fungsi-fungsi lainnya. Tetapi dalil ini tidak di-alBrKan oleh fakta-fakta. Seperti telah kita lihat, fungsi dasar dari negara bukan-'ma riga melainkan dua: pembentukan dan penerapan (pelaksanaan) hukum, i— fungsi-fungsi ini bukan dikoordinasikan melainkan disusun secara berfa r:-:-Ti v. Thompson, 103 U.S. hal. 168, 190 dan seterusnya. (1880).
PEMISAHAN KEKUASAAN
A. Konsep "Pemisahan Kekuasaan"
^ENGUJIAN PERUNDANG-undangan di muka sidang pengadilan merupakan satu pelanggaran nyata atas prinsip pemisahan kekuasaan. Prinsip pemisahan kekuasaan ini mendasari Konstitusi Amerika dan dianggap sebagai satu unsur ; dari demokrasi. Prinsip ini telah dirumuskan oleh Mahkamah Agung Ame-sebagai berikut: "bahwa seluruh kekuasaan yang dipercayakan kepada lerintah, baik negara bagian maupun negara federal, dibagi ke dalam tiga ng utama yaitu eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Bahwa fungsi-fungsi yang ai dengan masing-masing bidang pemerintahan ini harus diberikan kepada lembaga negara yang terpisah, dan bahwa kesempurnaan sistem ini me-lukan penentuan batas-batas secara luas dan tegas yang memisahkan dan "ibagi bidang-bidang ini. Penting juga bagi keberhasilan kerja dari sistem ini va orang-orang yang diserahi kekuasaan dalam masing-masing bidang tidak rbolehkan melanggar batas-batas kekuasaan yang ditetapkan untuk bidang-ng lainnya, tetapi bahwa masing-masing bidang harus dibatasi oleh hukum ; dibuatnya sendiri kepada pelaksanaan kekuasaan-kekuasaan yang sesuai ^an bidangnya sendiri dan bukan bidang lain."'
^
Konsep "pemisahan kekuasaan" menunjuk kepada suatu prinsip organisasi Qk. Konsep ini mendalilkan bahwa ketiga bidang kekuasaan itu dapat di-ikan sebagai tiga fungsi negara yang dikoordinasikan secara berbeda, dan /a dimungkinkan untuk menentukan batas-batas yang memisahkan ng-masing fungsi ini dari fungsi-fungsi lainnya. Tetapi dalil ini tidak di-can oleh fakta-fakta. Seperti telah kita lihat, fungsi dasar dari negara bukan-dga melainkan dua: pembentukan dan penerapan (pelaksanaan) hukum, fungsi-fungsi ini bukan dikoordinasikan melainkan disusun secara ber-
330 teori umum TENTANG hukum DAN negara
jenjang (super-ordinasi dan sub-ordinasi). Selanjutnya, tidak mungkin untuk menentukan batas-batas yang memisahkan fungsi-fungsi ini satu sama lain, karena perbedaan antara pembentukan dan penerapan hukum—yang men-dasari dualisme kekuasaan legislatif dan eksekutif (dalam arti luas)—hanya bersifat relatif; sebagian besar tindakan Negara secara bersamaan merupakan tindakan-tindakan membentuk dan menerapkan hukum. Tidak mungkin untuk menyerahkan pembuatan hukum kepada satu organ dan penerapan hukum kepada organ lainnya dengan begitu terpisah sehingga tidak ada organ yang akan menjalankan kedua fungsi itu sekaligus. Hampir tidak mungkin, dan walau bagaimana tidak diinginkan, untuk melimpahkan pembuatan undang-undang sekalipun—yang hanya merupakan satu macam pembuatan hukum—kepada satu "lembaga negara tersendiri," dan mengecualikan organ-organ lainnya dari fungsi ini.
B. Pemisahan Kekuasaan Legislatif Dari Kekuasaan Eksekutif
1. Prioritas Organ Legislatif
Dengan "pembuatan undang-undang" sebagai satu fungsi kita hampir tidak mengerti apapun selain pembuatan norma-norma umum. Suatu organ adalah organ legislatif sepanjang organ ini diberi wewenang untuk membuat norma-norma hukum yang umum. Tidak pernah terjadi dalam realita politik bahwa semua norma umum dari suatu tata hukum nasional harus dibuat secara eks-klusif oleh satu organ yang disebut lembaga legislatif. Tidak ada tata hukum dari Negara modern yang mengecualikan lembaga pengadilan dan pemerintah dari pembuatan norma hukum umum, yakni, pembuatan undang-undang, dan pembuatan norma hukum bukan hanya atas dasar undang-undang dan hukum kebiasaan, melainkanjuga secara langsung atas dasar konstitusi. Apa yang berlaka secara praktis hanyalah suatu organisasi fungsi legislatif yang mengatur pem­buatan semua norma umum baik oleh organ yang disebut "legislatif maupun oleh organ-organ lainnya yang tergolong organ dari kekuasaan eksekutif dan yudikatifatas dasar wewenang yang diberikan oleh organ legislatif ini. Norma umum yang dibuat oleh organ-organ ini disebut ordonansi atau peraturam atau mempunyai sebutan khusus; namun ditinjau dari sudut fungsinya norma-norma umum ini memiliki sifat yang sama seperti undang-undang yang dibuat oleh organ yang disebut lembaga legislatif. Kebiasaan menyebut hanya sani organ saja sebagai organ "legislatif," menyebut norma umum yang dibuar oleh organ ini sebagai "hukum" atau "undang-undang" bagaimanapun jugaj dapat dibenarkan asalkan saja organ ini mempunyai suatu hak prerogatif re--tentu di dalam membuat norma umum. Bisa saja menyebut demikian jika
i
mua organ lainnya boleh membuat norma umum hanya atas dasar suatu we-wenang yang berasal dari organ yang disebut lembaga legislatif. Lantas yang disebut lembaga legislatif ini adalah sumber dari semua norma umum, sebagi-an secara langsung dan sebagian secara tidak langsung melalui organ-organ yang mendapat kompetensi legislatif yang didelegasikan kepadanya oleh lem­baga legislatif.
2. Fungsi Legislatif dari Pimpinan Departemen Pemerintahan
Sebagian besar konstitusi yang dianggap mengandung prinsip pemisahan kekuasaan memberi wewenang kepada pimpinan departemen pemerintahan untuk membuat norma umum menggantikan organ legislatif, tanpa suatu wewenang khusus yang berasal dari organ ini dalam suatu bentuk "undang-undang pemberian wewenang" yang disebut Ermachtigungsgesetz, bila ter-dapat keadaan-keadaan khusus seperti perang, pemberontakan, atau krisis ekonomi. Di samping organ legislatif biasa, konstitusi semacam ini menye-:Lijui suatu organ legislatif luar biasa, hanya tidak diberi sebutan "legislatif."
Kompetensi legislatif yang diberikan kepada pimpinan departemen pe­merintahan kadang-kadang sangat luas. Dia dapat mengatur masalah-masa-lah yang, menurut kata orang, belum diatur sebelumnya baik oleh undang-undang maupun oleh hukum kebiasaan. Namun demikian, formula yang me-nentukan kompetensi legislatif dari kepala negara ini tidak benar.Jika benar-benar ada suatu tata hukum, yang terdiri atas undang-undang dan hukum keb­iasaan, maka tidak ada masalah-masalah yang tidak diatur secara hukum. Tidak mungkin adanya kekosongan hukum. Jika tata hukum tidak mewajibkan para individu kepada suatu perbuatan tertentu, maka individu-individu ini bebas secara hukum; mereka tidak dapat dipaksa secara hukum untuk berperilaku menurut cara tersebut. Barangsiapa yang berusaha memaksanya kepada perbuatan tersebut berarti melalukan suatu delik, dan itu berarti bahwa dia melanggar hukum yang ada. Sepanjang tata hukum tidak menetapkan apa-apa maka ini berarti suatu bidang kebebasan individu. Bidang kebebasan individu ini dilindungi dan oleh sebab itu diatur oleh tata hukum yang mewajibkan organ-organ Negara untuk odak mengganggu bidang kebebasan individu ini. Hanya atas dasar we­wenang dari suatu norma bahwa organ-organ negara ini diperbolehkan meng­ganggu kebebasan individu; tetapi setiap norma seperti itu berarti bahwa indi­vidu ini diwajibkan untuk menaati suatu perbuatan tertentu, bahwa bidang kebebasannya dibatasi. Jika Kepala Negara diberi wewenang oleh konstitusi inntuk mengatur melalui suatu peraturan masalah-masalah yang sebelumnya (klum diatur oleh tata hukum, maka masalah-masalah yang dimaksud adalah masalah-masalah yang sebelumnya belum diatur secara positif oleh norma-
norma yang membebankan kewajiban-kewajiban hukum kepada para subyek, tetapi telah diatur secara negatif karena masalah-masalah tersebut termasuk ke dalam suatu bidang kebebasan individu yang dilindungi secara hukum. Yang dimaksud oleh deskripsi yang tidak tepat ini adalah fakta bahwa pimpinan departemen pemerintahan dapat kompeten untuk mengatur masalah-masalah yang sebelumnya belum tunduk pada peraturan positif.
Pemberian kompetensi seperti itu kepada pimpinan departemen peme­rintahan biasanya tidak berarti bahwa lembaga legislatif dapat dicabut dan kemungkinan mengatur masalah-masalah tersebut secara positif. Biasanya ke-pala departemen pemerintahan kompeten untuk mengatur masalah-masalah tersebut hanya sepanjang organ legislatif tidak mengaturnya. Dia kehilangan kompetensinya segera setelah organ legislatif memasukkan masalah tersebut ke dalam bidang pengaturannya sendiri.
Pimpinan departemen pemerintahan menjalankan fungsi legislatif ketika dia mempunyai hak untuk memveto norma-norma yang ditetapkan oleh organ legislatif dari menjadi hukum, atau ketika norma-norma semacam itu tidak dapat menjadi hukum tanpa terlebih dahulu mendapat persetujuannya. Veto-nya bisa absolut atau bersifat menangguhkan saja. Jika vetonya bersifat me-nangguhkan, maka diperlukan suatu keputusan baru oleh organ legislatif untuk member! kekuatan hukum kepada suatu rancangan undang-undang. Kepala pemerintahan, pada kenyataannya, menjalankan fungsi legislatif yang terbuko dari fakta bahwa dia mungkin mempunyai hak untuk mengambil inisiatif di dalam prosedur legislatif, untuk mengusulkan suatu rancangan undang-undane kepada organ legislatif. Hak ini kadang-kadang dimiliki oleh kabinet dan setiap menteri kabinet dalam bidang kompetensinya masing-masing. Partisipasi dalam pembuatan undang-undang demikian oleh kepala pemerintahan atau oleh kabinet bahkan diberikan oleh konstitusi yang didasarkan kepada prinsip pe-misahan kekuasaan.
3. Fungsi Legislatif dari Pengadilan
Baru saja kita lihat bahwa pengadilan menjalankan fungsi legislatif kedka diberi wewenang untuk membatalkan hukum (undang-undang) yang tidak konstitusional. Pengadilan membatalkan hukum yang tidak konstitusional jika pengadilan itu kompeten untuk membatalkan suatu peraturan atas dasar bahwa peraturan itu ternyata bertentangan dengan hukum (undang-undangU atau—seperti kadang-kadang terjadi—bahwa peraturan itu tampak "tidak masuk akal."Jika pengadilan membatalkan suatu peraturan karena peraturan itu tampak tidak masuk akal, maka fungsi legislatif dari pengadilan adalaJl sangat jelas. Selanjutnya pengadilan menjalankan fungsi legislatif kenia
keputusan-keputusannya di dalam kasus konkrit menjadi suatu yurisprudensi (pedoman) bagi keputusan tentang kasus-kasus yang sama. Pengadilan dengan kompetensi ini melahirkan suatu norma umum melalui keputusan-keputus­annya yang setaraf dengan undang-undang yang dilahirkan oleh yang disebut organ legislatif.
Jika berlaku juga hukum kebiasaan, maka pembentukan norma umum tidak diserahkan kepada yang disebut organ legislatif bahkan dalam arti bahwa organ-organ lainnya dapat membuat norma umum demikian hanya atas dasar wewenang dari organ legislatif. Kebiasaan adalah metode pembuatan norma umum yang merupakan satu altematif tulen bagi pembentukan hukum. Me-ngenai pengaruh dari fungsi hukumnya, kebiasaan dan undang-undang yang dibuat oleh badan legislatif sama sekali tidak berbeda. Hukum kebiasaan dan hukum undang-undang sama-sama membebankan kewajiban kepada individu.
C. Bukan Pemisahan Melainkan Distribusi Kekuasaan
Jadi orang hampir tidak dapat mengatakan pemisahan pembuatan undang-undang (hukum) dari fungsi-fungsi Negara lainnya dalam arti bahwa yang disebut organ "legislatif—dengan meniadakan organ "eksekutifdan organ "yudi-katif"—secara sendirian akan kompeten untuk menjalankan fungsi ini. Pemisahan seperti itu hanya ada karena norma umum yang dibuat oleh organ "legislatif disebut sebagai "hukum" (leges). Bahkan ketika konstitusi secara tegas me-nyatakan prinsip pemisahan kekuasaan, fungsi legislatif—satu fungsi yang sama, dan bukan dua fungsi yang berbeda—didistribusikan di antara beberapa organ, tetapi hanya satu organ saja yang diberi nama organ "legislatif." Organ "legislatif ini tidak pernah memonopoli pembuatan norma-norma umum, melainkan hanya menempati posisi tertentu yang lebih disukai seperti dikemukan se-belumnya. Semakin dibenarkan penyebutannya sebagai organ legislatif maka semakin besar peran sertanya di dalam pembuatan norma-norma umum.
D. Pemisahan Kekuasaan Yudikatif Dari Kekuasaan Eksekutif
1. Hakekat Dari Fungsi Yudikatif
Pemisahan kekuasaan yudikatif dari kekuasaan yang disebut eksekutif pun hanya dimungkinkan sampai tarafyang relatifterbatas. Pemisahan yang tegas dari kedua kekuasaan ini adalah tidak nnungkin, karena kedua jenis kegiatan yang biasanya ditunjukkan oleh istilah-istilah ini (yudikatif dan eksekutif) pada dasarnya bukan merupakan fungsi-fungsi yang berbeda. Fungsi yudikatif sesungguhnya adalah fungsi eksekutif dalam arti yang persis sama seperti
fungsi yang biasa dideskripsikan oleh istilah ini; fungsi yudikatif pun terletak pada pelaksanaan norma umum. Jenis pelaksanaan norma umum yang bagai-mana yang disebut fungsi "yudikatif? Pertanyaan ini dapat dijawab hanya oleh suatu deskripsi tentang kegiatan-kegiatan khas dari pengadilan perdata (sipil) dan pengadilan pidana.
Pada dasarnya fungsi yudikatif ini terdiri atas dua tindakan. Dalam setiap kasus konkrit (1) pengadilan membuktikan keberadaan suatu fakta yang dikualifikasikan sebagai delik perdata atau pidana oleh suatu norma umum yang harus diterapkan kepada kasus tertentu; dan (2) pengadilan menjatuhkan suatu sanksi perdata atau pidana yang konkrit yang ditetapkan secara umum dalam norma yang harus diterapkan. Prosedur pemeriksaan di pengadilan biasanya memiliki bentuk perselisihan di antara dua pihak. Pihak yang satu menuntut bahwa hukum telah dilanggar oleh pihak lainnya, atau bahwa pihak lainnya bertanggung jawab atas suatu pelanggaran hukum yang dilakukan oleh individu lainnya, dan pihak lain menyangkal tuntutan ini. Keputusan pengadilan adalah keputusan tentang suatu perselisihan. Dari sudut pandang norma umum yang harus dilaksanakan oleh fungsi pengadilan, maka karakter perselisihan jelas merupakan satu-satunya formalitas. Akan kelirujuga menyebul fungsi pengadilan sebagai prosedur penetapan kewajiban dan hak dari para pihak yang berselisih dengan menetapkan bahwa suatu delik (perdata atau pidana) telah dilakukan dan memutuskan atas delik itu suatu sanksi. Menetapkc" hak dan kewajiban bagi para pihak hanya merupakan fungsi yang kedua dan pengadilan.
2. Fungsi Yudikatif Dari Organ Kekuasaan Eksekutif
Organ kekuasaan eksekutif acapkali menjalankan fungsi yang sama sep pengadilan. Tata usaha negara didasarkan pada hukum tata usaha negar seperti yurisdiksi pengadilan didasarkan pada hukum perdata dan hukui pidana. Sebenarnya, hukum tata usaha negara, yang berkembang lebih lambat dari hukum perdata dan pidana, lebih memiliki karakter sebagai hukum un-dang-undang daripada sebagai hukum kebiasaan. Dasar hukum dari tata usaha negara diberikan oleh undang-undang hukum tata usaha negara. Seperti hukmBi perdata dan pidana, hukum tata usaha negara berusaha menimbulkan sua perbuatan tertentu dengan melekatkan suatu tindakan paksaan, yakni, sank administratif, kepada perbuatan yang berlawanan dengannya, yakni, dei administratif. Seperti dalam hukum perdata dan pidana, sanksi yang diberil oleh hukum tata usaha negara adalah pencabutan harta kekayaan atau I bebasan yang dapat dipaksakan. Seperti misalnya hukum pajak menetapk bahwa setiap individu dengan pendapatan tertentu harus membayar paja
tertentu dan bahwa, dalam hal dia lalai membayar pajaknya, maka suatu tindakan paksaan harus dilakukan terhadap harta kekayaannya. Demikianjuga hukum kesehatan menentukan bahwa, dalam hal penyakit menular, individu tertentu harus memberitahukan kepada pejabat kesehatan tertentu, dan harus dihukumjika mereka tidak memberitahukannya. Menurut sejumlah peraturan perdagangan, produksi dan penjualan minuman beralkohol diperbolehkan hanya atas dasar izin khusus yang diberikan oleh pejabat pemerintah, dan barang siapa yang memroduksi atau memperjual-belikan minuman tersebut tanpa izin yang diperlukan harus dihukum. Pelaksanaan hukum tata usaha negara ini, menurut sejumlah tata hukum, diserahkan kepada pejabat pe-merintah/administratif, yakni, organ-organ yang tidak disebut sebagai peng-adilan karena mereka tidak termasuk ke dalam lembaga resmi yang biasa disebut lembaga kehakiman. Pejabat administratifitu sendiri kompeten untuk menegakkan hukum tata usaha negara ini, mereka sendiri harus menetapkan apakah suatu delik administratif telah dilakukan, dan mereka sendiri harus menjatuhkan sanksi administratif. Fungsi dari organ-organ administratif ini sama persis dengan fungsi pengadilan, walaupun fungsi organ pengadilan disebut fungsi "yudikatif," dan fungsi organ administratif disebut fungsi "eksekutif atau "administratif." Perkara yang diselesaikan oleh organ adminis­tratif memiliki karakteryang sama seperti perkara yang diselesaikan oleh peng­adilan perdata dan pidana. Perkara tersebut bahkan dapat dianggap sebagai bentuk perselisihan. Tidak adanya perbedaan penting antara yang disebut fungsi yudikatif dari fungsi administratif dapat ditunjukkan oleh fakta bahwa begitu banyaknya penggunaan pengadilan yang dilakukan di Amerika Serikat bagi penyelesaian perselisihan telah menyebabkan kepada suatu program untuk mengeluarkan keseluruhan kategori perkara dari pengadilan dan me-nyerahkan penanganannya kepada pejabat-pejabat administratif.2 Pemindah-an kompetensi demikian dari pengadilan kepada organ-organ administratif hanya dimungkinkan sepanjang fungsi dari keduanya adalah sama.
3. Kebebasan Hakim
Sungguhpun ketika fungsi administratif memiliki karakteryang sama dengan fungsi yudikatif, namun kedudukan dan prosedur hukum dari pengadilan mungkin berbeda dari kedudukan dan prosedur hukum organ administratif. Para hakim, misalnya, biasanya "bebas," yakni, mereka hanya tunduk kepada hukum dan tidak tunduk kepada perintah atau instruksi dari organ yudikatif atau administratif yang lebih tinggi. Namun demikian, pejabat administratif pada
Bandingkan W.F. Willoughby, Principles of'JudicialAdministration (1929), hal. 18.

Tidak ada komentar: